Senja di Kanjuruhan

Cerita fiksi tentang senja di Kanjuruan Adalah Cerita tentang dua Suporter Arema Yaitu Vino Dan Akina 

Monggo di baca sampai habis ya...
Akina mulai merasa jenuh dengan hubungannya
bersama Vino. Gadis berparas Indo-Japan itu
merasa bahwa kekasihnya kini sangat berubah.
Bahkan, belakangan ini Vino jarang
menghubunginya walau hanya sekedar mengirim
pesan singkat.
Sekalinya mereka jalan berdua, Vino selalu
menjadikan Arema sebagai topik pembicaraan.
Maklum, pemuda yang kini berusia 23 tahun
tersebut adalah seorang Aremania.
Awalnya, Akina tertarik membahas dunia sepak
bola terutama yang berkaitan dengan Arema,
karena ia pun seorang Aremanita. Jujur saja,
gadis itu mulai menyukai bola dan menyatakan
diri sebagai Aremanita karena Vino, kekasihnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Akina jadi
merasa terabaikan. Meskipun Vino sedang
bersamanya, tetapi pikiran pemuda itu selalu
tercurah untuk klub yang ia cintai.
Sebagai seorang gadis, Akina tentu merasa
cemburu. Ia cemburu pada sebuah klub bola,
Arema, yang mendapatkan perhatian lebih dari
kekasihnya. Bagaimana tidak cemburu jika Vino
selalu memiliki waktu untuk menonton
pertandingan Arema, entah itu laga kandang
maupun tandang. Segala kegiatan yang berkaitan
dengan Arema, Vino selalu mengetahuinya.
Sedangkan hubungannya bersama Akina jarang
mendapat perhatian. Sayangnya, Akina lebih
memilih diam saja dan berusaha mengimbangi
pembicaraan Vino. Gadis itu berharap Vino sadar
tanpa harus Akina mengatakan kecemburuannya
yang tak lazim.
Suatu sore, Akina duduk di depan meja
belajarnya. Sepasang mata coklatnya yang indah
beralih menatap kalender yang bertengger di
atas meja. Jemarinya yang lentik menggeser
kalender yang penuh coretan di tiap bulannya
itu, lalu jarinya menunjuk satu tanggal.
"Besok aku ulang tahun. Apa kamu inget itu,
Vino?" Akina bertanya, lebih kepada dirinya
sendiri. Ia tak yakin bahwa Vino mengingat hari
ulang tahunnya.
Beberapa saat kemudian, matanya kembali teralih
ke benda lain di atas meja. Benda itu adalah
sebuah foto yang dibingkai dengan frame hati.
Akina semakin tenggelam dalam rasa rindunya
pada sosok Vino yang dulu, begitu ia melihat
foto dalam frame itu.
Gadis itu meraih foto yang menjadi salah satu
kenangan terindahnya bersama Vino. Dalam foto
itu, berdiri dirinya di samping Vino. Keduanya
berwajah ceria. Mereka tampak kompak
mengenakan jersey Arema dan syal melingkar di
leher masing-masing. Vino yang lebih tinggi
beberapa senti dari Akina, merangkul pundak
kekasihnya. Sementara itu, Akina sendiri memeluk
sebuah boneka singa yang diberikan Vino
padanya. Foto itu diambil dengan latar belakang
Stadion Kanjuruhan. Karena, pada saat foto
diambil, keduanya berencana menonton Arema
yang menjamu tamunya dari Jakarta.
Akina tersenyum samar, namun ia tak mampu
membendung air mata yang jatuh dari pelupuk
matanya. Sungguh, saat ini ia merindukan Vino. Ia
rindu akan perhatian pemuda itu, candaannya,
juga wajahnya. Yang ia inginkan saat ini adalah
kehadiran Vino disisinya.
***
Akina terkejut mendengar dering ponselnya. Ia
melihat jam dinding di kamar sambil mengerjap-
ngerjapkan mata.
"Ini masih jam 12 malam. Siapa sih yang usil
nelfon jam segini?" gerutu Akina sambil
menyambar ponselnya yang tergeletak
menyedihkan di kolong tempat tidur. Rupanya,
saat gadis itu terlelap, tanpa sengaja kakinya
menendang ponselnya hingga jatuh ke kolong
tempat tidur.
"Vino..." mata Akina melotot melihat nama yang
tertera di layar ponselnya.
"Iya, Hallo..." Akina menerima panggilan dari
Vino dengan raut senang.
"Hallo, Sayang. Maaf ya aku bangunin kamu
tengah malem begini." Vino menjawab.
Akina tersenyum malu. Ia tak menyangka bahwa
Vino yang menurutnya sibuk ternyata masih
menyempatkan diri untuk menghubunginya.
Akina yang bermaksud berkata 'nggak apa-apa
kok' seketika jadi urung begitu mendengar
petikan senar gitar di ujung telepon. Lalu, bait
demi bait lirik lagu romantis mengalun dengan
merdu dari suara berat Vino. Akina terpaku
bersama heningnya malam.
"Sayang, selamat ulang tahun yang ke-21, ya.
Aku berdo'a, semoga cewek cantik ini selalu
mendapatkan yang terbaik," Vino menggantung
kalimatnya beberapa detik, "aku.. sayang kamu.
Aku mau kita ketemu di Kanjuruhan besok sore,
jam 4."
"Tapi..."
"Jam 4 ya, Sayang. Jangan lupa. Sekarang kamu
tidur lagi gih, tidur yang nyenyak. Selamat
malam.. I love you."
Tut.. tut.. (Hening).
Beginilah sifat Vino, jika ia benar-benar ingin
sesuatu dari Akina, maka pemuda itu takkan
memberikan kesempatan bagi kekasihnya untuk
bertanya atau berkata sesuatu. Akina tahu bahwa
itu artinya suatu keharusan. Gadis itu menghela
nafas panjang lalu tidur kembali dengan senyum
merekah menghias bibirnya.
***
Sudah setengah jam Akina menunggu Vino di
Stadion Kanjuruhan. Langit sore yang cerah kini
mulai berwarna jingga. Namun, ia tak melihat
tanda-tanda kehadiran Vino. Hanya orang-orang
yang lalu lalang naik motor atau sekedar jalan
kaki yang tertangkap panca inderanya.
"Kamu kemana sih? Masa kamu bohongin aku?"
Akina menggerutu, ia mulai merasa kesal.
Tiba-tiba sepasang telapak tangan kokoh
menutup matanya dari belakang. Akina nyaris
berteriak namun ia urungkan begitu mendengar
suara seseorang.
"Ayoo.. Tebak ini siapa?"
Akina tersenyum, "Vino.. jangan iseng dong."
Vino yang berdiri di belakang Akina langsung
tertawa seraya membalik tubuh Akina agar
berhadapan dengannya. Sepasang mata elang
Vino menatap lembut mata Akina.
"Selamat ulang tahun, Sayang.." Vino berkata
sangat lirih, namun Akina mampu membaca gerak
bibirnya.
"Vino, kamu kenapa nggak pernah ada kabar
belakangan ini? Apa kamu sesibuk itu?" Akina
bertanya dengan suara berbentur angin senja.
Alih-alih menjawab, Vino justru menggenggam
erat kedua telapak tangan kekasihnya. Dari sorot
matanya, Vino berusaha meyakinkan Akina tentang
rasa cintanya yang masih sama. Tak berubah
sejak awal ia merasakan jatuh cinta pada gadis di
hadapannya itu.
Akina merasa kesal karena pertanyaannya tak
kunjung mendapatkan jawaban. Namun, gadis itu
sempat menangkap Vino mengedipkan sebelah
matanya pada orang dibalik punggungnya.
Sebelum Akina sempat berburuk sangka, tiba-
tiba terdengar gemuruh orang berteriak, "Happy
Birthday Akina.."
Otomatis Akina jadi berbalik badan. Gadis itu
sangat terkejut dengan keadaan di sekeliling
Kanjuruhan. Ia terpaku beberapa saat lamanya.
Sekitar 50 sampai 60 orang berdiri mengenakan
jersey Arema. Hampir semuanya mengenakan syal
Arema di leher mereka. Beberapa orang laki-
laki membentangkan spanduk dengan panjang
sekitar 8 meter. Spanduk itu bertuliskan
'SELAMAT ULANG TAHUN BIDADARIKU,
HANA AKINA'. Seolah belum cukup membuat
terkejut Akina (dan pengunjung lain), selain
pembentang spanduk, sisanya menggenggam
benang balon berbentuk hati dengan warna
golden. Dalam satu waktu, mereka melepas balon
hati tersebut secara bersamaan, sehingga puluhan
balon itu terbang menembus senja di Kanjuruhan.
Begitu indah.
Akina tak dapat menahan dirinya untuk
meneteskan air mata kebahagiaan. Tubuhnya
seperti ikut melayang di langit senja.
"Ini alasan aku yang belakangan ini jarang ngasih
kabar. Aku cinta kamu, Sayang." Vino berbisik di
telinga Akina.
"Vino, aku nggak berharap kamu melakukan semua
ini. Tapi, makasih ya, Sayang. Ini istimewa
banget."
Vino mendekap Akina dalam pelukannya.
Sementara itu orang-orang di sekitarnya
bersorak dengan gaduh.
Akina yang tenggelam dalam pelukan Vino
tersenyum bahagia. Ia berharap, kisah yang ia
lalui saat senja di Kanjuruhan ini akan jadi kisah
yang indah dalam lembar hidupnya, bersama Vino,
pangeran singa di hatinya.
***
TAMAT

Komentar

Postingan Populer